Sholawat Badar : Lagu
Kebangsaan NU
Kaum nahdhiyyin tak asing
lagi dengan Sholawat Badar. Setiap ada acara seremonial di
jam’iyyah NU, sholawat ini selalu
diku-mandangkan, bagaikan “lagu kebangsaan”.
Sholawat ini sempat mencuat keatas di masa kepresidenan Gus Dur. sewaktu
beliau terpilih sebagai Presiden RI ke-4 melalui sidang Umum MPR (1999), para anggota majlis secara serempak
menyambutnya dengan sholawat badar.
Sejak saat itu, setiap ada
kunjungan kenegaraan presiden Gus Dur, resmi ataupun tidak nesmi, sholawat
badar sering kali dikumandangkan. Bahkan sewaktu DR Nur Hidayat Wahid
terpilih sebagai ketua MPR (2004), anggota majlis pun secara antusias
mengumandangkan sholawat ini. Sehingga sholawat badar ini juga
seolah-olah menjadi “Lagu Kebangsaan Indonesia“ kedua setelah lagu Indonesia
Raya.
Kontroversi : Siapa Penggubahnya?
Lepas dari itu semua, ternyata Sholawat ini menyisakan
polemik. Sholawat ini mulai ramai dibicarakan para ulama dan intelektual, baik
dikalangan NU maupun luar NU, pada saat Gus Dur selaku Ketua Umum PBNU
menyatakan di depan Muktamar NU ke-28 di P.P. Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta
(26-11-1989), bahwa penggubah syair dan lagu Sholawat Badar adalah alm. KH Muhammad Ali Manshur Shiddiq Basyaiban, lalu diterus-kan dengan
menganugerahkan “Bintang NU” kepada beliau. Pernyataan ini juga ditegaskan lagi
oleh Gus Dur selaku Presiden RI dalam sambutannya pada Muktamar NU ke-30 di PP
Lirboyo Kediri (21-11-1999).
Pernyataan Gus Dur diatas mengundang kontroversi di
kalangan pihak-pihak yang berkepentingan. Paling tidak ada 4 pendapat, bahwa
syair Sholawat Badar adalah digubah oleh: 1) Ulama’ Hanafiyah , 2)
Al-Busyiri, 3) KH Ahmad Shiddiq, 4) KH M. Ali Manshur Shiddiq.
Sesungguhnya kurang tepat jika dikatakan sebagai karya
ulama Hanafiyah, sebab tak ada data, fakta dan alasan yang jelas. Sama halnya
sebagai karya KH Ahmad Shiddiq. Sebab, 1) dalam buku “Biografi KH Ahmad
Shiddiq” tak disebutkan peranannya sebagai pencipta syair sholawat ini; 2) dalam buku “Biografi KH R.M. Shiddiq”,
keluarga besar Shiddi-qiyah justru menegaskan KH Ali Manshur sebagai penggubah
syair sholawat ini, bukannya KH Ahmad Shiddiq; 3) Gus Dur, yang notabene orang dekat KH Ahmad
Shiddiq, justru tak pernah menyinggung peranannya sebagai penggubahnya.
Dan kurang tepat pula sebagai karya Al-Busyiri,
sastrawan dari Timur Tengah yang dikenal
sebagai penulis “Qasidah Burdah”.
KH M. Ali
Manshur-lah Penggubahnya!
Syair Sholawat Badar diduga sangat kuat digubah KH Ali
Manshur, dengan alasan :
1). Gus Dur, ketika ditanya alasannya oleh Kiyai
Syakir Ali dari Maibit Rengel Tuban (putra KH M. Ali Manshur), menyatakan bahwa
solawat badar bukan tulisan Al-Busyiri, akan tetapi karya KH Ali Manshur, sebab
: 1) Al-Busyiri bukan tipe orang yang suka bertawassul, sementara syair sholawat
badar memuat doa tawassul; 2) ditinjau
makna kandungannya, sholawat ini berciri-khas Keindonesiaan, tidak kearaban; 3)
ditinjau dari segi balaghohnya, sholawat ini ber-balaghoh jawa. Siapa lagi
kalau bukan KH Ali Manshur penggubahnya.
2). Pandangan Gus Dur dikuatkan oleh alm. Gus Ishom
dari Tebuireng yang faham betul soal sastra arab, bahwa syair sholawat badar
digubah oleh orang jawa, bukannya bikinan orang arab Timur Tengah. Sebab,
ciri-ciri syair ala Timur Tengah biasanya berbelit-belit, sulit dipahami artinya
dan jarang ada kata atau kalimat yang diulang. Sementara ciri ini tidak
ditemukan didalam syair sholawat badar. Dan sholawat ini ber-balaghoh ala Jawa.
3). Bapak Imam Mawardi asal Banyuwangi, teman dekat KH
Ali Manshur mengaku mendapat ijazah sholawat badar tahun 1964 dari KH Ahmad
Shiddiq, dan KH Ahmad Shiddiq sendiri mendapat ijazah langsung dari KH M. Ali
Manshur.
4). Manuskrip KH. Ali Manshur.
Selama hidupnya, beliau terbiasa mencatatkan peristiwa atau kejadian penting
pada sela-sela ruangan kosong dalam beberapa kitabnya yang saat itu sedang
dibaca atau dibawanya. Diantara catatan (tulisan arab pegon) yang ditemukan
berbunyi: “Naliko kulo gawe lagune sholawat badar, yoiku sak ba’dane teko
songko Makkah al-Mukarramah, kang tak anyari waktu lailatul qiro’ah kelawan
ngundang almarhum Haji Ahmad Qusyairi sak muride. Yoiku ono malem jum’at tahun
1960, tonggoku podo ngimpi weruh ono bongso sayyid utowo habib podho melebu ono
omahku. Wa karimati, Khotimah, ugo ngimpi ketho’ kanjeng Nabi Muhammad iku rangkul-rangkulan
karo al-faqir. Kiro-kiro dino jum’at ba’da shubuh, tonggo-tonggo podho ndodok
lawang pawon, podho takon: ‘Wonten tamu sinten mawon kolo ndalu?’. Lajeng
kulo tanglet Habib Hadi al-Haddar, dan dijawab: ‘Haa ulaai arwaahu ahlil
badri rodhi-yalloohu ‘anhum’. Alhamdulillahi Robbil ‘aalamiin”.
Siapa KHR M. Ali Manshur ?
KH. M. Ali Manshur dilahirkan di Jember 4
Ramadhan 1340 H/23 Maret 1921 M. dari pasangan K. Manshur bin KH. M. Shiddiq Jember dan
Shofiyah binti KH. Basyar dari Tuban.
KH Raden Muhammad Ali bin Manshur termasuk dalam
keluarga besar as-Shiddiqi. Kakeknya yang bernama KH M. Shiddiq (Jember),
adalah seorang ulama yang menu-runkan ulama-ulama besar seperti KH A. Qusyairi,
KH Ahmad Shiddiq, KH Mahfuzh Shiddiq, KH
A. Hamid Wijaya, KH. Abdul Hamid (mBah Hamid Pasuruan), KH Yusuf Muhammad, dll.
Beliau masih keturunan mBah Sambu Lasem (Pangeran sayyid M. Syihabuddin
Digdoningrat) bin sayyid M. Hasyim bin
Sayyid Abdurrahman Basyaiban (Sultan Mangkunegara III).
Masa kecil KH M. Ali Mansur dihabiskan di Tuban.
Setelah tamat belajar di MI Makam Agung Tuban, beliau mondok di beberapa
pesantren besar, antara pesantren Termas Pacitan, pesantren di Lasem (asuhan
mBah Makshum), lalu pesantren Lirboyo Kediri. Di Lirboyo ini, beliau kelihatan
bakatnya dalam penguasaan ilmu ‘arudh dan qowafi (dasar-dasar
ilmu membuat syair berbahasa arab).
Lepas dari pesantren, beliau pulang ke Tuban lalu
bergabung dengan GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia) dan masuk laskar
Hizbullah. Paska kemerdekaan, beliau hijrah ke beberapa kota : Besuki, Sumbawa,
lalu Bali. Di Bali ini beliau jadi ketua
Cabang NU dan diangkat jadi anggota konstituante dari NU.
Sebelum wafat di Tuban,
beliau menetap di Banyuwangi tahun 1962. Di kota ini beliau jadi ketua cabang
partai NU, dan banyak terli-bat dengan intrik politik menentang PKI dan PNI.
Sholawat Badar yang beliau gubah dipo-pulerkan ke berbagai wilayah untuk
menan-dingi lagu himne PKI “Genjer-genjer” dan untuk membangkitkan semangat
juang melawan PKI, sampai akhirnya PKI dapat ditumpas pada tahun 1965.
Isi Kandungan Sholawat
Badar
Solawat ini seluruhnya
berjumlah 30 bait syair. Ada yang mengatakan 28 bait. Namun perbedaan ini tidak
prinsip, karena 2 bait syair yang pertama merupakan syair pembuka, kemudian
diikuti oleh 28 bait syair.
Secara
garis besar berisi sholawat Nabi dan doa tawassul melalui perantaraan
kedu-dukan mulia 313 sahabat Badar. Kandungan doanya antara lain: mohon
diselamatkan dari musuh, balak-bencana, bahaya, susah, stress, kerusakan, dan
segala keburukan. Di samping juga mohon rahmat, berkah, hidup bahagia-sejahtera
dunia-akhirat, rizki melimpah,
terkabulnya hajat, ringan beramal sholih, dan segala kebaikan pada
umumnya.
Berwasilah dengan Ahli
Badar?
Perang
Badar terjadi antara 313 kaum muslimin (ahli badar) melawan 1000 kaum kafir
quraisy pada tanggal 17 Ramdhan tahun 2 H di desa Badar.
Perang
badar yang oleh Al-Qur’an surat Al-Anfal: 41 disebut “Yaumal Furqan” ini
merupakan pemisah antara yang haq dan bathil, dan menentukan sejarah
perkemba-ngan agama Islam. Andaikata
orang Islam kalah perang, maka lenyaplah agama Islam selama-lamanya. Betapa
mencekam perang ini sampai Rosululloh berdoa saat itu seraya mengancam Tuhan: “Ya
Alloh, kaum quraisy datang hendak mendustakan Rosul-Mu. Ya Alloh, hanya
pertolongan yang Engkau janjikan saja yang aku mohon. Ya Alloh, jika pasukan
kami kalah, selamanya Engkau tidak akan disembah”.
Perang
yang sangat menentukan hidup-matinya Islam ini akhirnya dimenangkan ahli badar
(kaum muslimin). Ini semua tak lepas dari jasa, kesungguhan dan kegigihan ahli
badar dalam bertempur. Disamping bantuan dari tentara malaikat dan doa
Rosululloh.
Peristiwa besar inilah yang menjadi bahan renungan KH
Ali Manshur untuk dijadikan sebagai pembangkit motivasi dan semangat kaum
muslimin Indonesia, terutama warga nahdhiyyin, untuk memerangi setiap
kezhaliman dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam. Atas
dasar ini, kemudian dia menciptakan syair shalawat badar.