Rabu, Mei 07, 2014

80. Keutamaan Berdzikir *)




Judul Buku:
Bid’ah-kah, Dzikir Bersama Dengan Suara Keras?


 

KEUTAMAMAN BERDZIKIR KEPADA ALLAH


Ketahuilah bahwa berdzikir kepada Alloh adalah bagian dari ibadah yang paling utama, kepatuhan yang paling agung, pendekatan diri terbesar, dan bentuk ibadah zhahir yang paling tepat kepada Alloh, baik dengan suara pelan maupun lantang (keras), baik dalam kondisi sendirian maupun berjamaah (kolektif), baik di masjid maupun di tempat lainnya, serta baik setelah shalat wajib maupun pada setiap saat.

Tidak sedikit ayat Al-Qur’an, Hadis Nabi maupun Atsar[1] yang menjelaskan tentang kebesaran dan keutamaan berdzikir, keagungan pahalanya, dorongan untuk terus-menerus berdzikir dan peringatan keras atas kelalaian berdzikir pada setiap keadaan dan peristiwa.

Alloh berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اذْكُرُوْا اللهَ ذِكْرًا كَثِيْرًا وَ سَبِّحُوْهُ بُكْرَةً وَ أَصِيْلًا
Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya[2].  Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang”. (QS Al Ahzab: 41-42).

Alloh berfirman :

وَ لَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Al Ankabut, 29 : 45)


Yakni berdzikir kepada Allah lebih utama bila disbanding dengan ibadah lain yang selain dzikrullah.[3]

Allah juga berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوْبِ
Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS Ar Ra’d, 13 : 28)

Syaikh Isma’il mengatakan, bahwa berdzikir dapat menyembuhkan penyakit yang tidak terlihat sebagaimana obat dapat menyembuhkan penyakit fisik.

Allah berfirman :

وَ اذْكُرْ رَبَّكَ فِيْ نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَ خِيْفَةً وَ دُوْنَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَ الْآصَالِ وَ لَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِيْنَ
“Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara,[4] di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (QS Al A’raf, 7 : 205)

Allah berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَ لَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَالِكَ فَأُولَاءِكَ هُمُ الْخَاسِرُوْنَ
“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi.”. (QS Al Munafiqun, 63 : 9)

Allah berfirman :

فَاذْكُرُوْا اللهَ قِيَامًا وَ قُعُوْدًا وَعَلَى جُنُوْبِكُمْ
Maka ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.” (QS An Nisa’, 4 : 103)

Allah berfirman :

فَاذْكُرُوْا نِيْ أَذْكُرْكُمْ وَ ااشْكُرُوْا لِيْ وَ لَا تَكْفُرُوْنَ
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu[98], dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.”. (QS Al Baqarah, 2 : 152)

Allah berfirman :

فَأَعْرِضْ عَمَّنْ تَوَلَّى عَنْ ذِكْرِنَا وَلَمْ يُرِدْ إِلَّا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا
Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan kami, dan tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi.” (QS An Najm, 53 :29

Diriwayatkan dari sahabat Anas :

الذِّكْرُ شِفَاءُ الْقُلُوْبِ
Dzikir adalah obat hati[5]

Hadis riwayat Ibnu Umar :

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ لِكُلِّ شَيْئٍ سِقَالَةً وَ إِنَّ سِقَالَةَ الْقُلُوْبِ ذِكْرُاللهِ وَمَا مِنْ شَيْئٍ أَنْجَى مِنْ عَذَابِ اللهِ مِنْ ذِكْرِ اللهِ. قَالُوْا وَلاَ الْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ؟ قَالَ وَلَوْ أَنْ تَضْرِبَ بِسَيْفِكَ حَتَّى يَنْقَطِعَ (رواه أبى الدنيا و البيهقي)
“Sungguh, segala sesuatu memiliki kilau cahaya. Sungguh, kilau cahaya hati adalah berdzikir kepada Allah. Dan tidak ada yang dapat lebih menyelamatkan dari siksa Allah yang mengalahkan berdzikir kepada Allah. Para sahabat bertanya : “Apakah perang di jalan Allah tidak lebih menyelamatkan?”. Nabi menjawab, “Meskipun kamu memukulkan pedangmu sampai patah, berdzikir tetap lebih utama[6].  (HR Ibnu Abi Dunya dan Baihaqi)[7]

Begitu pula hadis yang diriwayatkan dari Abu Sa’id Al Khudri :

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ: أَيُّ الْعِبَادِ أَفْضَلُ وَ أَرْفَعُ دَرَجَةً عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ؟  قَالَ الذَّاكِرُوْنَ اللهَ كَثِيْرًا. قِيْلَ يَا رَسُوْلَ اللهِ وَمِنَ الْغَازِيْ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ؟ قَالَ لَوْ ضَرَبَ بِسَيْفِهِ فِى الْكُفَّارِ وَ الْمُشْرِكِيْنَ حَتَّى يَنْكَسِرَ وَيَخْتَضِبَ دَمًا فَإِنَّ الذَّاكِرِيْنَ لِلهِ أَفْضَلُ مِنْهُ (رواه أحمد و الترمذي)
“Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah ditanya: “Siapakah hamba yang paling utama dan paling tinggi derajatnya di sisi Allah pada hari kiamat?”. Rasulullah menjawab: “Yaitu orang yang paling banyak berdzikir kepada Allah”. Rasulullah ditanya lagi, “Apakah melebihi keuttamaan orang-orang yang berperang di jalan Allah?”. Rasulullah menjawab, “Jika saja seseorang memukulkan pedangnya pada orang-orang kafir dan orang-orang musyrik hingga patah dan berlumuran darah, maka orang yang berdzikir kepada Allah lebih utama”. (HR Ahmad dan Turmudzi[8])

Dalam hadis qudsi, Allah berfirman :

أَنَا عِنْدَ عَبْدِيْ بِيْ وَ أَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِيْ فَإِنْ ذَكَرَنِيْ فِيْ نَفْسِيْ ذَكَرْتُهُ فِيْ نَفْسِيْ وَ إِنْ ذَكَرَنِيْ فِيْ مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِيْ مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ
“Aku berada dalam prasangka hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku bersamanya. Bila ia menyebut-Ku dalam dirinya, maka Aku menyebutnya dalam diri-Ku. Apabila ia menyebut-Ku dalam kelompok yang mulia, maka Aku menyebutnya dalam kelompok mulia yang lebih baik dari mereka”.[9]

Rasulullah bersabda :

مَثَلُ الْبَيْتِ الَّذِيْ يُذْكَرُ اللهُ فِيْهِ وَ الْبَيْتُ الَّذِيْ لَا يُذْكَرُ اللهُ فِيْهِ مَثَلُ الْحَيِّ وَ الْمَيِّتِ وَمَثَلُ الشَّجَرَةِ الْخَضْرَاءِ بَيْنَ الشَّجَرِ الْيَابِسِ
“Perumpamaan rumah yang didalamnya disebut nama Allah dan rumah yang tidak pernah disebut nama Allah adalah seperti orang yang hidup dan orang yang mati, serta laksana pohon yang hijau diantara pohon yang kering”.[10]

Imam Malik meriwayatkan hadis dari Rasulullah :

ذَاكِرُ اللهِ فِى الْغَافِلِيْنَ كَغُصْنٍ أَحْضَرَ فِيْ شَجَرَةٍ يَابِسٍ
“Orang yang berdzikir kepada Allah diantara orang-orang yang lupa adalah seperti ranting yang hijau diantara pohon yang kering”.[11]

Dalam sebuah hadis dinyatakan :

قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلَّذِيْ قَالَ قَدْ كَثُرَتْ عَلَيَّ شَرَائِعُ الْإِسْلَامِ فَمُرْنِيْ بِشَيْئٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ, فَقَالَ لَهُ لَا يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللهِ 
Rasulullah SAW bersabda kepada salah seorang sahabat yang bertanya: “Sesungguhnya syari’at Islam telah banyak bagi saya, maka perintahkanlah kepada saya sebagiannya yang bias saya jadikan sebagai pegangan!”. Rasulullah SAW bersabda :”Jangan kau hentikan mulutmu basah karena berdzikir kepada Allah”. [12]

Dan dalam sebuah Hadis Qudsy dinyatakan :

أَهْلُ ذِكْرِيْ أَهْلُ مُجَالَسَتِيْ
“Orang yang ahli berdzikir kepada-Ku adalah orang yang akan berkumpul dengan-Ku”.[13]

Ibnu Mas’ud mengatakan :

غِرَاسُ الْجَنَّةِ سُبْحَانَ اللهِ وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَ اللهُ أَكْبَرُ وَ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ
“Tanaman surga adalah kalimat subhaanalloh, walhamdulillah, walaa ilaaha illallooh, walloohu akbar, wa laa haula wala quwwata illaa billaah”.

Syaikh Isma’il mengatakan, bahwa ini adalah diantara dzikir yang paling agung dan yang diajarkan dari Nabi SAW.

Ada sebuah riwayat dari Tabi’in yang menerangkan :

وَقَالَ رَجُلٌ لِلِحَسَنِ الْبَصْرِيِّ, يَا أَبَا سَعِيْدٍ أَشْكُوْ إِلَيْكَ قَسْوَةَ قَلْبِيْ, فَقَالَ أَدِّبْهُ بِذِكْرِ اللهِ
“Seseorang bertanya kepada Hasan Al Bashri: “Wahai Abu Sa’id, saya mengadu kepadamu mengenai kerasnya hati saya”. Beliau jawab: “Dididiklah hatimu dengan berdzikir kepada Alloh”

Hasan Al Bashri juga pernah mengatakan :

وَقَالَ الذِّكْرُ ذِكْرَانِ ذِكْرُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ بَيْنَ نَفْسِكَ وَ بَيْنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ مَا أَحْسَنَهُ وَ أَعْظَمَ أَجْرَهُ وَ أَفْضَلُ مِنْ ذَالِكَ ذِكْرُ اللهِ سُبْحَانَهُ عِنْدَ مَا حَرَّمَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ
“Berdzikir itu ada dua macam, yaitu berdzikir kepada Allah antara dirimu dan Allah. Ini sangat bagus dan besar pahalanya, (tetapi) yang lebih utama adalah ingat kepada Allah ketika melakukan hal-hal yang diharamkan Allah”

Syaikh Isma’il menambahkan, bahwa sebab dia telah menjauhi sesuatu yang diharamkan karena patuh kepada Allah.

Berdzikir yang paling utama adalah berdzikir dalam hati dan mulut secara bersamaan, yaitu berdzikir yang terucap di mulut bias hadir didalam hati.

Sementara kelalaian untuk berdzikir kepada Allah adalah kesalahan besar dan sangat berbahaya.

Allah berfirman :

وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرْيْنٌ
“Barang siapa yang berpaling dari ajaran Tuhan yang Maha Pemurah (Al Qur’an), maka Kami tetapkan baginya syetan (yang menyesatkan), dan syetan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya”. (QS Az Zukhruf, : 36).

Lalai atau lupa berdzikir kepada Allah adalah sebagian tanda dari perilaku orang-orang munafik, sebagaimana firman Allah :

يُرَائُوْنَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُوْنَ اللهَ إِلَّا قَلْيْلًا
“Mereka (munafikin) bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali”. (QS An Nisa’, 4: 142)

Allah berfirman :

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَإِنَّ لَهُ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَ نَخْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى.  قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِيْ أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيْرً. قَالَ كَذَالِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيْتَهَا وَ كَذَالِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?”. Allah berfirman: “Demikianlah, telah dating kepadamu ayat-ayat Kami, lantas kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan”. (QS Thaha, 20: 124 – 126).

Disebutkan dalam sebuah hadis:

مَنْ قَعَدَ مَقْعَدًا لَمْ يَذْكُرِ اللهَ فِيْهِ كَانَتْ  عَلَيْهِ تِرَةً وَمَنْ قَامَ مَقَامًا لَمْ يَذْكُرِ اللهَ فِيْهِ كَانَتْ عَلَيْهِ تِرَةٌ وَمَنِ اضْطَجَعَ مَضْجَعًا لَمْ يَذْكُرِ اللهَ فِيْهِ كَانَتْ عَلَيْهِ مِنَ اللهِ تِرَةٌ
Barangsiapa yang duduk di suatu tempat dan ia tidak berdzikir kepada Allah di tempat tersebut, maka akan menjadi penyesalan baginya. Barangsiapa yang berdiri di suatu tempat dan ia tidak berdzikir kepada Allah di tempat tersebut, maka akan menjadi penyesalan baginya. Dan barangsiapa yang berbaring di suatu tempat dan ia tidak berdzikir kepada Allah di tempat tersebut, maka akan menjadi penyesalan baginya[14].

Syaikh Isma’il menambahkan, maksudnya penyesalan atau beban yang selalu membelenggu.

 
_______________________________

*) Sumber : diambil & disadur dari terjemahan kitab berbahasa asli arab : IRSYADUL MUKMININILAA FADHO-ILI DZIKRI ROBBIL ‘ALAMIIN,  Penulis :Syaikh Isma’il Utsman Zain al-Yamaniy al-Makkiy. Penterjemah : 1) M. Ma’ruf Khozin, S.Pd.I; 2) H.M. Ali Maghfur Syadzili Isk, dengan judul : "Bid'ah? Dzikir Bersama Dengan Suara Keras". Ditashih oleh : 1) KH Ahmad Dzulhilmi Ghazali;   2) KH Asyhari Shofwan, M.Pd.I;    3) KH Imam Syuhada’. Diterbitkan oleh : Al-Fatah Media Press Surabaya, bekerjasama dengan PC LBM NU Kota Surabaya.





Catatan Kaki : 
[1] Yakni amaliyah (perbuatan) atau perkataan para sahabat Nabi.
  
[2] Dalam hal ini, Imam Ibnu Abbas berkata bahwa Allah tidak mewajibkan sesuatu kepada hambaNya kecuali dengan memberi batasan yang jelas dan memberi toleransi kepada pelakunya saat ada ‘udzur (halangan) kecuali dzikir.  Sebab Alloh tidak memberi batasan tertentu pada dzikir dan tidak menolerir untuk meninggalkannya. Baca Tafsir Ibnu Katisr, VI/433. Mukhtashar Tafsir Al Baghawi, VI/246. Begitu pula Imam Asy Syaukani juga menjelaskan tentang ayat ini bahwa Allah menyeru hamba-hambaNya untuk selalu memperbanyak dzikir dengan membaca tahlil, tahmid, tasbih, takbir dan apa saja yang dikategorikan dzikir kepada Allah, dengan dipertegas surat An Nisa’ ayat 103. Lihat Fathul Qadir, VI/54. Bahkan Imam Al Baghawi dalam Tafsir Al baghawi VI/359 memaparkan makna dzikir sebanyak-banyaknya adalah berdzikir pada waktu malam maupun siang, di darat maupun di laut, dalam keadaan sehat maupun sakit, dengan suara pelan (sir) maupun lantang (keras, jahr). Yakni melakukan dzikir dengan tanpa terikat waktu, tempat, tatacara, maupun keadaan.

[3]  Pendapat Syaikh Isma’il ini diperkuat oleh pendapat Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Sa’id bin Jubair, dan Ibnu Umar seperti yang dikutip oleh Al Baghawi dalam Tafsir Al Baghawi, VI/245-247

[4] Al Hafidz Jalaluddin As Suyuti mengatakan bahwa larangan mengeraskan bacaan yang terdapat dalam beberapa ayat adalah ayat-ayat yang diturunkan di Makkah. Baca Al Hawi li Al fatawa, I/379. Namun ketika di Madinah ada beberapa riwayat tentang dzikir dengan suara keras, seperti keterangan di akhir bab ini tentang sebuah riwayat yang berasal dari Ibnu Abbas dalam Shahih Al Bukhari.

[5] HR Dailami dari sahabat Anas dengan lafadz dzikrullah (Al Jami’ As Shaghir, I/431, dan Kanz al Umam, I/414).
[6]  Dzikir lebih utama dari jihad karena jihad adalah cabang (bagian) dari dzikir (al Jihad syu’batun min dzikrillah). HR Baihaqi dalam Syu’ab al Iman, nomer 518 dari sahabat Mu’adz.  Bahkan dalam riwayat tersebut Rasulullah bersabda : “Seandainya semua manusia berkumpul untuk berdzikir kepada Allah, maka kami tidak perlu berperang di jalan Allah”.

[7] HR. Baihaqi dalam dalam Syu’ab al Iman, hadis nomer 519. Hadis ini diperkuat oleh riwayat lain yang berbeda redaksi oleh Thabrani dalam Al Mu’jam al Kabir nomer hadis 2296.  Al Hafidz Al ‘Iraqi berkata, bahwa sanad hadis ini hasan. Baca Takhrij Ahadits Ihya’, I/237.

[8] HR Ahmad nomer hadis 11738. Turmudzi nomer 3376, ia berkata, bahwa hadis ini gharib, dan Abu Ya’la nomer 1401.

[9] HR Bukhari nomer hadis 6970, Muslim nomer 2675, Ahmad nomer 9340, Turmudzi nomer 3603, ia berkata, bahwa hadis ini  hasan shahih, dan Ibnu Majah nomer 3822.

[10] HR Bukhari nomer hadis 6044, Muslim nomer 779, Ibnu Hibban nomer 854, dan Baihaqi dalam Syu’ab al Iman nomer 536.

[11] Juga diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilyat Al Auliya’, VI/181 dari Ibnu Umar. Al Munawi berkata dalam Faidh al Qadir, bahwa hadis ini juga diriwayatkan oleh Baihaqi dalam Syu’ab al Iman dari Ibnu Umar. Baca Jami’ al ushul, IV/480.

[12] HR Turmudzi nomer hadis 3375, Ahmad nomer 17716, Ibnu Majah nomer 3793, Ibnu Hibban nomer 814, Hakim nomer 1822, Baihaqi dalam Syu’ab al Iman nomer 512, dan Thabrani dalam Al Mu’jam al Ausat nomer 1441. Al Hafizh Ibnu Hajar berkata, bahwa Hadis ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Hakim.

[13] Hadis Qudsy ini diriwayatkan oleh Thabrani dalam Musnad asy Syamiyyin nomer hadis 973, juga oleh Ibnu ‘Asakir dengan jalur yang sama dalam Tarikh Dimasqi, XVII/77, dan Baihaqi dalam Syu’ab Al Iman nomer 4563.

[14] HR Abu Dawud nomer hadis 5059, Al Baihaqi dalam Syu’ab Al Iman nomer 541, dan At Thabrani dalam Musnad As Syamiyin nomer 1324. Al hafizh Ibnu Hajar menilainya Hasan dalam Raudhah Al Muhadditsin, VIII/13.







Doa Memulai dan Mengakhiri Belajar – (199)

    a. Memulai Belajar dengan membaca :   رَضِيْتُ بِاللَّهِ رَبًّا, وَبِاْلإِسْلاَمِ دِيْنًا, وَبِمُحَمَّدٍ نَبِـيًّا   وَرَسُوْلاً. ...