Tampilkan postingan dengan label kh ali manshur. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kh ali manshur. Tampilkan semua postingan

Minggu, April 23, 2017

Sholawat Badar, Selayang Pandang & Sejarahnya - [135]






Sholawat Badar : Lagu Kebangsaan NU
Kaum nahdhiyyin tak asing lagi dengan Sholawat Badar. Setiap ada acara seremonial di jam’iyyah NU, sholawat ini  selalu diku-mandangkan, bagaikan “lagu kebangsaan”.  Sholawat ini sempat mencuat keatas di masa kepresidenan Gus Dur. sewaktu beliau terpilih sebagai Presiden RI ke-4 melalui sidang Umum MPR (1999),  para anggota majlis secara serempak menyambutnya dengan sholawat badar.  Sejak saat itu,  setiap ada kunjungan kenegaraan presiden Gus Dur, resmi ataupun tidak nesmi, sholawat badar sering kali dikumandangkan. Bahkan sewaktu DR Nur Hidayat Wahid terpilih sebagai ketua MPR (2004), anggota majlis pun secara antusias mengumandangkan sholawat ini. Sehingga sholawat badar ini juga seolah-olah menjadi “Lagu Kebangsaan Indonesia“ kedua setelah lagu Indonesia Raya.

Kontroversi : Siapa Penggubahnya?
Lepas dari itu semua, ternyata Sholawat ini menyisakan polemik. Sholawat ini mulai ramai dibicarakan para ulama dan intelektual, baik dikalangan NU maupun luar NU, pada saat Gus Dur selaku Ketua Umum PBNU menyatakan di depan Muktamar NU ke-28 di P.P. Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta (26-11-1989), bahwa penggubah syair dan lagu Sholawat Badar  adalah alm. KH Muhammad Ali Manshur  Shiddiq Basyaiban, lalu diterus-kan dengan menganugerahkan “Bintang NU” kepada beliau. Pernyataan ini juga ditegaskan lagi oleh Gus Dur selaku Presiden RI dalam sambutannya pada Muktamar NU ke-30 di PP Lirboyo Kediri (21-11-1999).
Pernyataan Gus Dur diatas mengundang kontroversi di kalangan pihak-pihak yang berkepentingan. Paling tidak ada 4 pendapat, bahwa syair Sholawat Badar adalah digubah oleh: 1) Ulama’ Hanafiyah , 2) Al-Busyiri,  3) KH Ahmad Shiddiq,  4) KH M. Ali Manshur Shiddiq.
Sesungguhnya kurang tepat jika dikatakan sebagai karya ulama Hanafiyah, sebab tak ada data, fakta dan alasan yang jelas. Sama halnya sebagai karya KH Ahmad Shiddiq. Sebab, 1) dalam buku “Biografi KH Ahmad Shiddiq” tak disebutkan peranannya sebagai pencipta syair sholawat ini;  2) dalam buku “Biografi KH R.M. Shiddiq”, keluarga besar Shiddi-qiyah justru menegaskan KH Ali Manshur sebagai penggubah syair sholawat ini, bukannya KH Ahmad Shiddiq; 3) Gus  Dur, yang notabene orang dekat KH Ahmad Shiddiq, justru tak pernah menyinggung peranannya sebagai penggubahnya.
Dan kurang tepat pula sebagai karya Al-Busyiri, sastrawan dari Timur Tengah yang dikenal  sebagai penulis “Qasidah Burdah”.

KH M. Ali Manshur-lah Penggubahnya!
Syair Sholawat Badar diduga sangat kuat digubah KH Ali Manshur, dengan alasan :
1). Gus Dur, ketika ditanya alasannya oleh Kiyai Syakir Ali dari Maibit Rengel Tuban (putra KH M. Ali Manshur), menyatakan bahwa solawat badar bukan tulisan Al-Busyiri, akan tetapi karya KH Ali Manshur, sebab : 1) Al-Busyiri bukan tipe orang yang suka bertawassul, sementara syair sholawat badar memuat doa tawassul;  2) ditinjau makna kandungannya, sholawat ini berciri-khas Keindonesiaan, tidak kearaban; 3) ditinjau dari segi balaghohnya, sholawat ini ber-balaghoh jawa. Siapa lagi kalau bukan KH Ali Manshur penggubahnya.
2). Pandangan Gus Dur dikuatkan oleh alm. Gus Ishom dari Tebuireng yang faham betul soal sastra arab, bahwa syair sholawat badar digubah oleh orang jawa, bukannya bikinan orang arab Timur Tengah. Sebab, ciri-ciri syair ala Timur Tengah biasanya berbelit-belit, sulit dipahami artinya dan jarang ada kata atau kalimat yang diulang. Sementara ciri ini tidak ditemukan didalam syair sholawat badar. Dan sholawat ini ber-balaghoh ala Jawa.
3). Bapak Imam Mawardi asal Banyuwangi, teman dekat KH Ali Manshur mengaku mendapat ijazah sholawat badar tahun 1964 dari KH Ahmad Shiddiq, dan KH Ahmad Shiddiq sendiri mendapat ijazah langsung dari KH M. Ali Manshur.
4). Manuskrip KH. Ali Manshur. Selama hidupnya, beliau terbiasa mencatatkan peristiwa atau kejadian penting pada sela-sela ruangan kosong dalam beberapa kitabnya yang saat itu sedang dibaca atau dibawanya. Diantara catatan (tulisan arab pegon) yang ditemukan berbunyi: “Naliko kulo gawe lagune sholawat badar, yoiku sak ba’dane teko songko Makkah al-Mukarramah, kang tak anyari waktu lailatul qiro’ah kelawan ngundang almarhum Haji Ahmad Qusyairi sak muride. Yoiku ono malem jum’at tahun 1960, tonggoku podo ngimpi weruh ono bongso sayyid utowo habib podho melebu ono omahku. Wa karimati, Khotimah, ugo ngimpi ketho’ kanjeng Nabi Muhammad iku rangkul-rangkulan karo al-faqir. Kiro-kiro dino jum’at ba’da shubuh, tonggo-tonggo podho ndodok lawang pawon, podho takon: ‘Wonten tamu sinten mawon kolo ndalu?’. Lajeng kulo tanglet Habib Hadi al-Haddar, dan dijawab: ‘Haa ulaai arwaahu ahlil badri rodhi-yalloohu ‘anhum’. Alhamdulillahi Robbil ‘aalamiin”.
 
Siapa  KHR M. Ali Manshur ?
KH. M. Ali Manshur dilahirkan di Jember 4 Ramadhan 1340 H/23 Maret 1921 M. dari pasangan K.  Manshur bin KH. M. Shiddiq Jember dan Shofiyah binti KH. Basyar dari Tuban.
KH Raden Muhammad Ali bin Manshur termasuk dalam keluarga besar as-Shiddiqi. Kakeknya yang bernama KH M. Shiddiq (Jember), adalah seorang ulama yang menu-runkan ulama-ulama besar seperti KH A. Qusyairi, KH Ahmad Shiddiq, KH Mahfuzh Shiddiq,  KH A. Hamid Wijaya, KH. Abdul Hamid (mBah Hamid Pasuruan), KH Yusuf Muhammad, dll. Beliau masih keturunan mBah Sambu Lasem (Pangeran sayyid M. Syihabuddin Digdoningrat) bin  sayyid M. Hasyim bin Sayyid Abdurrahman Basyaiban (Sultan Mangkunegara III). 
Masa kecil KH M. Ali Mansur dihabiskan di Tuban. Setelah tamat belajar di MI Makam Agung Tuban, beliau mondok di beberapa pesantren besar, antara pesantren Termas Pacitan, pesantren di Lasem (asuhan mBah Makshum), lalu pesantren Lirboyo Kediri. Di Lirboyo ini, beliau kelihatan bakatnya dalam penguasaan ilmu ‘arudh dan qowafi (dasar-dasar ilmu membuat syair berbahasa arab).
Lepas dari pesantren, beliau pulang ke Tuban lalu bergabung dengan GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia) dan masuk laskar Hizbullah. Paska kemerdekaan, beliau hijrah ke beberapa kota : Besuki, Sumbawa, lalu Bali. Di Bali ini  beliau jadi ketua Cabang NU dan diangkat jadi anggota konstituante dari NU.
Sebelum wafat di Tuban, beliau menetap di Banyuwangi tahun 1962. Di kota ini beliau jadi ketua cabang partai NU, dan banyak terli-bat dengan intrik politik menentang PKI dan PNI. Sholawat Badar yang beliau gubah dipo-pulerkan ke berbagai wilayah untuk menan-dingi lagu himne PKI “Genjer-genjer” dan untuk membangkitkan semangat juang melawan PKI, sampai akhirnya PKI dapat ditumpas pada tahun 1965.

Isi Kandungan Sholawat Badar
Solawat ini seluruhnya berjumlah 30 bait syair. Ada yang mengatakan 28 bait. Namun perbedaan ini tidak prinsip, karena 2 bait syair yang pertama merupakan syair pembuka, kemudian diikuti oleh 28 bait syair.
Secara garis besar berisi sholawat Nabi dan doa tawassul melalui perantaraan kedu-dukan mulia 313 sahabat Badar. Kandungan doanya antara lain: mohon diselamatkan dari musuh, balak-bencana, bahaya, susah, stress, kerusakan, dan segala keburukan. Di samping juga mohon rahmat, berkah, hidup bahagia-sejahtera dunia-akhirat, rizki melimpah,  terkabulnya hajat, ringan beramal sholih, dan segala kebaikan pada umumnya.

Berwasilah dengan Ahli Badar?
Perang Badar terjadi antara 313 kaum muslimin (ahli badar) melawan 1000 kaum kafir quraisy pada tanggal 17 Ramdhan tahun 2 H di desa Badar.
Perang badar yang oleh Al-Qur’an surat Al-Anfal: 41 disebut “Yaumal Furqan” ini merupakan pemisah antara yang haq dan bathil, dan menentukan sejarah perkemba-ngan agama Islam.  Andaikata orang Islam kalah perang, maka lenyaplah agama Islam selama-lamanya. Betapa mencekam perang ini sampai Rosululloh berdoa saat itu seraya mengancam Tuhan: “Ya Alloh, kaum quraisy datang hendak mendustakan Rosul-Mu. Ya Alloh, hanya pertolongan yang Engkau janjikan saja yang aku mohon. Ya Alloh, jika pasukan kami kalah, selamanya Engkau tidak akan disembah”.
Perang yang sangat menentukan hidup-matinya Islam ini akhirnya dimenangkan ahli badar (kaum muslimin). Ini semua tak lepas dari jasa, kesungguhan dan kegigihan ahli badar dalam bertempur. Disamping bantuan dari tentara malaikat dan doa Rosululloh.
Peristiwa besar inilah yang menjadi bahan renungan KH Ali Manshur untuk dijadikan sebagai pembangkit motivasi dan semangat kaum muslimin Indonesia, terutama warga nahdhiyyin, untuk memerangi setiap kezhaliman dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam. Atas dasar ini, kemudian dia menciptakan syair shalawat badar.


Doa Memulai dan Mengakhiri Belajar – (199)

    a. Memulai Belajar dengan membaca :   رَضِيْتُ بِاللَّهِ رَبًّا, وَبِاْلإِسْلاَمِ دِيْنًا, وَبِمُحَمَّدٍ نَبِـيًّا   وَرَسُوْلاً. ...